Fakultas Hukum Universitas Nasional

Selasa, 22 Maret 2016

hak kewajiban penumpang dan pengangkut

Hak dan Kewajiban penumpang dan pengangkut dalam Undang Undang pengangkutan
·        Angkutan Darat
kewajiban utama pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang serta menerbitkan dokumen pengangkutan, sebagai imbalan haknya memperoleh biaya pengangkutan dari penumpang atau pengirim. Pihak-pihak dapat memperjanjikan bahwa disamping kewajiban utama, pengangkut wajib:
a.       Menjaga dan merawat penumpang serta memelihara barang yang diangkut dengan sebaik-baiknya.
b.      Melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian atau tujuan dengan aman dan selamat.
c.       Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau tidak terlambat.
Perusahaan pengangkutan umum wajib menggembalikkan biaya pengangkutan yang telah dibayar oleh penumpang atau pengirim jika terjadi pembatalan pemberangkatan kendaraan umum. Untuk memenuhi kewajiban utama pengembalian biaya pengangkutan, pengangkut berhak memperoleh kembali dokumen pengangkutan dari penumpang atau pengirim sebgai bukti bahwa biaya pengangkutan memang sudah dibayar lunas sebelumnya dan sesduah dikembalikan kepada penumpang atau pengirim.
Tanggung jawab pengangkut
Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim, atau pihak ketiga karena kelalaian nya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan. Selama pelaksanaan pengangkutan, keselamatan penumpang atau barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila kepada perusahaan pengangkutan umum dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim, yang timbul karena pengangkutan yang dilakukaknnya. Dengan beban tanggung jawab ini, pengangkut didorong supaya berhati-hati dalam melaksanakan pengangkutan. Untuk mengantisipasi tanggung jawab yang timbul, perusahaan pengangkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya.
            Tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum terhadap penumpang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan yang telah disepakati. Demikian juga halnya dengan tanggung jawab terhadap pemilik barang(pengirim) dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim atau penerima.
            Besarnya ganti kerugian adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga. Kerugian secara nyata ini adalah ketentuan undang-undang yang tidak boleh disampingi oleh pengangkut melalui ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini bersifat memaksa (dwingend recht). Tidak termasuk dalam pengertian kerugian yang secara nyata diderita, antara lain :
a.       Keuntungan yang diharapkan akan diperoleh;
b.      Kekuranganyamanan akibat kondisi jalan atau jembatan yang dilalui selama dalam perjalanan; dan
c.       Biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.

Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan berikut muatannya yang ditinggalkan di jalan. Ini dapat diartikan jika muatan (penumpang dan barang) yang ditinggalkan di jalan itu menderita kerugian, pengemudi dan pemilik kendaraan wajib membayar ganti kerugian bersama-sama secara tanggung renteng.
Pengemudi bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang ataupemilik barang atau pihak ketiga yang timbul karena kelalaian atau kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Dalam hal kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu orang pengemudi, maka tanggung jawab atas kerugian materi yang ditimbulkannya ditanggung secara bersama-sama (tanggung renteng).
Dari perikatan yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim barang, timbul suatu hukum yang saling mengikat antara para pihak yang terkait dalam perikatan tersebut. Adapun hukum yang mengikat tersebut adalah berupa hak dan kewajiban. Dan kami menitikberatkan pada pembahasan tentang tanggung jawab yang berkenaan dengan pengangkut atas barang angkutannya.
Kewajiban-kewajiban pengangkut pada umumnya antara lain adalah:
1.Mengangkut penumpang atau barang-barang ke tempat tujuan yang telah ditentukan.
 2.Menjaga keselamatan, keamanan penumpang, bagasi barang dengan sebaik-baiknya.
3.Memberi tiket untuk pengangkutan penumpang dan tiket bagasi.
4.Menjamin pengangkutan tepat pada waktunya.
5.Mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Tanggung jawab pengangkut dibatasi oleh Undang-Undang pengangkutan. Undang-undang pengangkutan menentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang ditimbul akibat kesalahan atau kelalaian pengangkut. Namun mengenai kerugian yang timbul akibat:
a.       Keadaan memaksa (force majeur)
b.       Cacat pada penumpang atau barang itu sendiri. Dan
c.       Kesalahan atau kelalaian penumpang atau pengirim
Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian. Pembatasan atau pembebasan tanggung jawab pengangkut, baik yang ditentukan dalam UU Pengangkutan maupun perjanjian pengangkutan disebut eksonerasi (pembatasan atau pembebasan tanggung jawab).
·        Tentang Penerbangan
Hak Penumpang
UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, sudah mengatur hak-hak yang dimiliki. Penumpang yang memiliki keterbatasan fisik atau difabel berhak mendapatkan pelayanan khusus. Pasal 134 UU Penerbangan dijelaskan bahwa penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. Memberikan prioritas tempat duduk salah satunya.
Merujuk pada UU Penerbangan, ada banyak hak penumpang yang menjadi kewajiban maskapai. Jika terjadi kecelakaan, misalnya, penumpang berhak mendapat ganti rugi. Sebaliknya, maskapai berkewajiban membayar ganti rugi itu menurut hukum.
Kementerian Perhubungan sudah mengatur pembayaran ganti rugi kepada penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka dalam kasus kecelakaan. Rinciannya ada dalam Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (Permenhub 77).
Pasal 3 Permenhub menjelaskan, bagi penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena kecelakaan, penumpang atau ahli waris berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar. Ganti rugi Rp500 juta diberi kepada (ahli waris) penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara saat proses meninggalkan ruang tunggu bandara menuju pesawat udara atau saat proses turun dari pesawat udara.
Penumpang yang mengalami cacat tetap oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan, berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar. Yang cacat tetap dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak terjadinya kecelakaan, ganti rugi diberikan berdasarkan organ. Misalnya kehilangan pendengaran, penumpang berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp150juta.
Jika bagasi penumpang hilang, musnah atau hilang sebagai akibat dari kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat dalam pengawasan pengangkut, penumpang berhak mendapatkan ganti rugi. Pasal 5 Permenhub 77 menjelaskan kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti rugi sebesar Rp200ribu per kilogram dan paling banyak Rp4 juta per penumpang.
Selain itu, penumpang juga berhak mendapatkan uang tunggu atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebesar Rp200 ribu per hari paing lama untuk tiga hari.
Dalam kasus delay penumpang juga punya hak. Pasal 146 UU Penerbangan mengatur pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Keterlambatan lebih dari empat jam, penumpang berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp300 ribu. Ganti rugi dapat dikurangi 50 persen jika maskapai penerbangan menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang. Dalam hal ini, penumpang berhak mendapatkan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain ke tempat tujuan apabila tidak terdapat angkutan udara. Dalam hal terjadinya pembatalan penerbangan, maskapai wajib menmberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 hari sebelum pelaksanaan penerbangan.
Pasal 151 UU Penerbangan menjelaskan maskapai penerbangan wajib memberikan tiket kepada penumpang. Penumpang berhak mendapatkan tiket perseorangan atau kolektif yang memuat nomor, tempat dan tanggal penerbitan, nama penumpang dan pengangkut, tempat, tanggal, waktu pemberangkatan dan tujuan pendaratan dan pernyataan bahwa pengangkut atau maskapai penerbangan tunduk pada ketentuan dalam UU Penerbangan. Sudah pasti, setelah membeli tiket, penumpang berhak mendapatkan pas untuk masuk bandara.
Problemnya, ya itu tadi, saat membeli tiket, penumpang sering abai membaca hak-hak dan meminta penjelasan tentang hak-hak apa saja yang muncul setelah pembelian tiket itu. Yang paling krusial adalah komponen apa saja – misalnya pajak, asuransi, tuslah-- yang dipakai maskapai sehingga tiket ke suatu tujuan bernilai tertentu.
Pengajar Hukum Transportasi Fakultas Hukum Universitas Nasional Surajiman berpendapat, UU Penerbangan di Indonesia sebenarnya regulasi di Indonesia sudah mengadopsi hukum penerbangan internasional. Penerapannyalah yang sering melenceng. Ia memberi contoh hak penumpang atas informasi asuransi. Penumpang tidak tahu apakah pembelian tiket sudah termasuk asuransi, karena di bandara tertentu ada lagi loket perusahaan asuransi.
“Siapa yang membayar premi? Ya, penumpang. Premi include di dalam harga tiket pesawat. Berapa angkanya? Nah, penumpang tidak memperoleh informasi yang optimal padahal UU Perlindungan Konsumen itu jelas mengatakan tentang hak atas informasi,” ujarnya kepada hukumonline.
Diakui Surajiman, dalam hukum kontrak terdapat azas kebebasan berkontrak. Artinya, mau pakai asuransi atau tidak boleh-boleh saja. Tapi, asas tersebut dibatasi oleh UU Penerbangan karena UU Penerbangan yang lebih spesifik dan khusus mewajibkan asuransi. “UU Penerbangan itu tidak jauh berbeda dengan ketentuan internasional. Kita mengadop aja. Kalau buat sendiri, ya kita habis,” ujarnya.
Kewajiban Penumpang
Ada hak, ada pula kewajiban. Menuntut hak tapi tak melaksanakan kewajiban kurang afdol. Kewajiban utama penumpang adalah mematuhi seluruh aturan penerbangan.

Mematikan telepon genggam adalah kewajiban yang acapkali dilanggar penumpang pesawat di Indonesia. Pramugari atau awak kabin biasanya menyampaikan permintaan mematikan hape dan alat elektonik lain sebelum pesawat take off (lepas landas). Imbauan ini mungkin sederhana tetapi beresiko bagi semua penumpang. Gara-gara perbuatan satu penumpang, seluruh penumpang bisa celaka.
Pasal 54 UU Penerbangan menjelaskan, setiap orang di dalam pesawat udara dilarang melakuan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan. Penumpang tak boleh melanggar tata tertib dalam penerbangan, pengambilan atau perusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan. Larangan berbuat asusila juga ada.
Dalam dokumen-dokumen penerbangan biasanya tertera kewajiban untuk datang check in paling lambat satu jam sebelum keberangkatan. Pelanggaran atas norma ini sering terjadi jika penumpang adalah pejabat, sehingga merugikan penumpang lain.
Dalam beberapa website maskapai penerbangan, terdapat penjelasan syarat dan ketentuan antara lain tentang penggunaan tiket yang hanya boleh dipergunakan sesuai nama yang tertera di tiket, penumpang wajib menyerahkan nomor bagasi ketika akan mengambil bagasi, serta larangan membawa barang-barang atau benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan.
Beberapa maskapai penerbangan juga menjelaskan ketentuan refund yang wajib dipatuhi oleh penumpang, misalnya refund di atas 48 jam sebelum keberangkatan dikenakan refund fee sebesar 50 persen dari basic farea publish per-penumpang, dalam 48 jam sampai 2 jam sebelum keberangkatan dikenakan refud fee sebesar 80 persen dari basic fare publish per-penumpang, kurang dari 2 jam sebelum keberangkatan atau setelah proses check in dikenakan refund fee sebesar 90 persen. Sementara refund 100 persen hanya dapat dilakukan jika ada pembatalan sepihak oleh maskapai.

Daftar Pustaka

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

FAKULTAS HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support