Point
penting dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
1. Setiap
Orang
Mengakibatkan gangguan
pada : fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas
fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan. Pasal 275 ayat (1) jo
pasal 28 ayat (2)
Denda : Rp 250.000
2. Setiap
Pengguna Jalan
Tidak mematui perintah
yang diberikan petugas Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ayat (3),
yaitu dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas wajib
untuk: Berhenti, jalan terus, mempercepat, memperlambat, dan atau mengalihkan
arus kendaraan.
Pasal 282 jo Pasal 104
ayat (3)
Denda: Rp250.000
3. Setiap
pengemudi
a. Tidak bawa SIM
Tidak
dapat menunjukkan Surat Ijin Mengemudi yang Sah
Pasal
288 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (5) hrf b.
Denda:
Rp250.000
b. Tidak
memiliki SIM
Mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan, tidak memiliki Surat Izin Mengemudi
Pasal
281 jo Pasal 77 ayat (1)
Denda:
Rp1.000.000
c. STNK/STCK
tidak sah
Kendaraan
Bermotor tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapka oleh Polri.
Pasal
288 ayat (1) jo Pasal 106 ayat (5) huruf a.
Denda:
Rp500.000
d. TNKB
tidak sah
Kendaraan
Bermotor tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh
Polri.
Pasal
280 jo pasal 68 ayat (1)
Denda:
Rp500.000
e. Perlengkapan
yg dapat membahayakan keselamatan.
Kendaraan
bermotor di jalan dipasangi perlengkapan yang dapat menganggu keselamatan
berlalu lintas antara lain, bumper tanduk dan lampu menyilaukan.
Pasal
279 jo Pasal 58
Denda:
Rp500.000
f. Sabuk
Keselamatan
Tidak
mengenakan sabuk Keselamatan
Pasal
289 jo Pasal 106 Ayat (6)
Denda:
Rp250.000
g. Lampu
utama malam hari
Tanpa
menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu.
Pasal
293 ayat (1)jo Pasal 107 ayat (1)
Denda:
Rp250.000
h. Cara
penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain, melanggar aturan tata
cara
penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
Pasal
287 ayat (6) jo Pasal 106 (4) huruf h
Denda:
Rp 250.000
i.
Ranmor tanpa rumah-rumah
Selain
sepeda motor, mengemudikan kendaraan yang tidak dilengkapi dengan rumah–rumah,
tidak mengenakan sabuk keselamatan dan tidak mengenakan helm.
Pasal
290 jo Pasal 106 (7)
Denda:
Rp250.000
j.
Gerakan lalu lintas
Melanggar
aturan gerakan lalu litas atau tata cara berhenti dan parkir.
Pasal
287 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (4) e
Denda:
Rp250.000
k. Kecepatan
maksimum dan minimum
Melanggar
aturan Batas Kecepatan paling Tinggi atau Paling Rendah
Pasal
287 ayat(5) jo Pasal 106 ayat (4) huruf (g) atau Pasal 115 huruf (a)
Denda:
Rp 500.000
l.
Membelok atau berbalik arah
Tidak
memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan saat akan
membelok atau berbalik arah.
Pasal
294 jo Pasal 112 (1).
Denda:
Rp 250.000
m. Berpindah
lajur atau bergerak ke samping
Tidak
memberikan isyarat saat akan berpindah lajur atau bergerak kesamping.
Pasal
295 jo Pasal 112 ayat (2)
Denda:
Rp 250.000
n. Melanggar
rambu atau Marka
Melanggar
aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau
marka
Pasal
287 ayat(1) jo Pasal 106(4) huruf (a) dan Pasal 106 ayat(4) huruf (b)
Denda:
Rp500.000
o. Melanggar
Apill (TL)
Melanggar
aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu
lintas.
Pasal
287 ayat (2) jo Pasal 106(4) huruf (c)
Denda:
Rp 500.000
p. Mengemudi
tidak Wajar
Melakukan
kegiatan lain saat mengemudi, dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan
gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan
Pasal
283 jo Pasal 106 (1).
Denda:
Rp750.000
q. Diperlintasan
kereta api
Mengemudikan
kendaran bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan, tidak berhenti
ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan
atau ada isyarat lain.
Pasal
296 jo Pasal 114 huruf (a)
Denda:
Rp 750.000
r.
Berhenti dalam keadaan darurat.
Tidak
emasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya atau isyarat lain
pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan.
Pasal
298 jo Pasal 121 ayat (1)
Denda:
Rp 500.000
s. Hak
utama kendaraan tertentu
Tidak
memberi prioritas jalan bagi kendaan bermotor memiliki hak utama yang
menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dan / atau yang dikawal oleh
petugas Polri.
·
Kendaraan pemadam kebakaran yang sadang
melakukan tugas
·
Ambulan yang mengangkut orang sakit
·
Kendaraan untuk memberikan pertolongan
pada kecelakaan lalu lintas
·
Kendaraan pimpinan lembaga negara
Republik Indonesia
·
Kendaraan pimpinan dan pejabat negara
asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
·
Iring–iringan pengantar jenazah
·
Konvoi dan atau kendaraan untuk
kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian RI.
Pasal 287 ayat (4) jo
Pasal 59 dan Pasal 106 (4) huruf (f) jo Pasal 134 dan Pasal 135.
Denda: Rp250.000
t.
Hak pejalan kaki atau pesepeda
Tidak
mengutamakan pejalan kaki atau pesepeda
Pasal
284 jo Pasal 106 ayat (2).
Denda:
Rp500.000
Mungkin
sebagian orang ada yang belum tahu mengenai UU No. 23 Th 2007. Undang-undang
tersebut membahas tentang perkereta-apian di Indonesia. Di dalamnya terdapat
pasal-pasal yang mengatur perkeretaapian. Namun, sampai saat ini penerapannya
masih kurang optimal. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Pelanggaran-pelanggaran
tersebut biasanya lebih sering menimpa para penumpang. Contohnya saja
pelemparan kereta oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Hal tersebut bisa
sangat merugikan para penumpang jika terkena lemparan.
UU
No. 23 Th 2007 :
Pasal
180
Setiap
orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang
mengakibatkan rusak dan/atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana
perkeretaapian.
Pasal
197
(1)
Setiap orang yang menghilangkan, merusak, dan/atau melakukan perbuatan yang
mengakibatkan rusak dan tidak berfungsinya prasarana perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 180, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun.
(2)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kecelakaan dan/atau kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun.
(3)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka
berat bagi orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
(4)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
1.
Pasal 344 Ayat (3)
“
Kegiatan pengusahaan di pelabuhan ysng telah diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dimaksud”
Penjelasan
:
Yang
dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara” adalah
Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1991 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha di
pelabuhan.
2.
Dalam rangka penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang
Pelayaran, terhadap PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero)
diberlakukan hal-hal berikut :
a) Untuk
dapat memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan, PT. Pelabuhan Indonesia I, II,
III dan IV (Persero) wajib memiliki izin usaha sebagai Badan Usaha
Pelabuhan;
b) Pemberian
pelayanan jasa kepelabuhanan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV
(Persero) dilakukan berdasarkan konsensi dari Otoritas Pelabuhan yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian dan sambil menunggu perjanjian konsensi maka
pelayanan jasa kepelabuhanan termasuk pelayanan jasa labuh tetap dilakukan oleh
PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero);
c) Konsensi
pelayanan jasa kepelabuhanan pada terminal yang pada saat ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 telah diusahakan oleh PT. Pelabuhan Indonesia
I, II, III dan IV (Persero), diberikan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I, II,
III dan IV (Persero) tanpa melalui mekanisme lelang;
d) Pemberi
konsensi terhadap pelayanan jasa kepelabuhanan pada terminal yang pada saat
ditetapkannya Undang-Undang nomor 17 tahun 2008telah diusahakan oleh PT.
Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) diberikan setelah dilakukan
evaluasi asset dan audit secara menyeluruh terhadap asset PT. Pelabuhan
Indonesia I, II, III dan IV (Persero);
e) Pembangunan
dan/atau pengembangan fasilitas pelabuhan di atas tanah asset PT. Pelabuhan
Indonesia I, II, III dan IV (Persero) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada
pengguna jasa dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV
(Persero) merupakan bagian dari konsesi yang telah diberikan;
f) sebelum
adanya perjanjian konsesi,apabila terjadi sesuatu yang dapat menghambat
pelayanan jasa kepelabuhanan yang harus segera dilakukan pemulihan dan
tidak dapat menunggu pembiayaan dari APBN,maka pemeliharaan penahan
gelombang,kolam pelabuhan,alur-pelayaran,dan jaringan jalan dilakukan oleh PT.
Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero) seizin Otoritas Pelabuhan;
g) aset
yang telah dimiliki oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV
(Persero) yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan,tetap menjadi aset
milik PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero);
h) terhadap
tanah pelabuhan yang saat ini telah berstatus hak pengelolaan atas nama
dan/atau tercatat sebagai aset PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV
(Persero),tetap sebagai hak pengelolaan dan/atau aset PT. Pelabuhan
Indonesia I, II, III, dan IV (Persero);
i)
penyediaan dan pengusahaan tanah untuk
kebutuhan pengembangan usaha kepelabuhanan berdasarkan pelimpahan dari
pemerintah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j)
PT. Pelabuhan Indonesia I, II,
III, dan IV (Persero)dapat melakukan perjanjian kerja sama dengan badan usaha
lainya dalam penyediaan dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa
terkait dengan kepelabuhanan,khusus untuk kerjasama pemanfaatan tanah di
pelabuhan terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari otoritas Pelabuhan dalam
kaitan kesesuaian Rencana Induk Pelabuhan;
k) sebagai
badan Usaha Pelabuhan, PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV
(Persero) bertanggung jawab terhadap kinerja pelayanan di terminal yang
diusahakanya;
l)
Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan
jasa bongkar muat, PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero)
dapat bekerjasama dengan Perusahaan Bongkar Muat yang memperoleh penunjukan
dari pemilik barang dengan prinsip saling menguntungkan dengan memperhatikan
sarana, prasarana,dan keahlian serta pengalaman perusahaan bongkar muat yang
bersangkutan;
m) perusahaan
bongkar muat yang akan melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan yang
diusahakan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero),
terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan;
n) Pemberian
pelayanan jasa kepelabuhanan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan
IV (Persero) dilakukan berdasarkan sistem dan procedure pelayanan kapal dan
barang yang ditetapkan dan diawasi oleh Otoritas Pelabuhan;
o) Sambil
menunggu proses pembaharuan pelimpahan pelayanan pemanduan kepada PT. Pelabuhan
Indonesia I, II, III dan IV (Persero), pelaksanaanpemanduan di perairan yang
telah dilimpahkan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero)
tetap dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero).
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah disahkan dalam rapat paripurna
DPR-RI pada tanggal 17 Desember 2008 dan ditanda tangani pada tanggal 12
Januari 2009. UU No.1/2009 tersebut sangat menjanjikan terhadap pertumbuhan
transportasi udara di Indonesia, karena sebagai dasar hukum telah mengatur
secara komprehensif.
Berikut
ini beberapa point dari UU No. 1 tahun 2009 khususnya yang berhubungan dengan Bandar
Udara
·
Pengadaan pesawat udara sebagaimana terdapat dalam konvensi Cape Town 2001,
·
Prinsip ekstra teritorial,
·
Kedaulatan atas wilayah udara Indonesia,
·
Pelanggaran wilayah kedaulatan,
·
Produksi pesawat udara,
·
Pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara,
·
Kelaikudaraan,
·
Pengoperasian pesawat udara,
·
Keamanan penerbangan di darat maupun dalam pesawat udara,
·
Asuransi pesawat udara,
·
Independensi investigasi kecelakaan pesawat udara,
·
Pembentukan majelis profesi penerbangan,
·
Lembaga penyelenggara pelayanan umum yang sering disebut badan pelayan umum
(BLU),
·
Berbagai jenis angkutan udara baik niaga dalam negeri maupun luar negeri,
·
Angkutan udara bukan niaga (general aviation),
·
Perlindungan pengguna jasa transportasi udara,
·
Hak-hak dan kewajiban pengguna jasa transportasi udara,
·
Persyaratan perusahaan penerbangan baik manajemen, operasional, teknologi
maupun permodalan, mayoritas saham (single majority), jaminan bank (bank
guarantee), kepemilikan dan penguasaan pesawat udara, komponen tarif, biaya
tambahan (surcharge), pelayanan bagi penyandang cacat, pengangkutan
barang-barang berbahaya (dangerous goods), ekspedisi dan keagenan, tanggung
jawab pengangkut, konsep tanggung jawab pengangkut, asuransi tanggung jawab
pengangkut, tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga (third parties liability),
·
Tatanan kebandarudaraan baik lokasi maupun persyaratannya, obstacles, perubahan
iklim yang menimbulkan panas bumi,
·
Sumber daya manusia baik di bidang operasi penerbangan, teknisi bandar udara
otoritas bandar udara (airport
authority), pelayanan bandar udara,
·
Navigasi penerbangan,
·
Fasilitas navigasi penerbangan,
·
Keamanan penerbangan,
·
Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan (single air service
provider),
·
Penegakan hukum,
·
Penerapan sanksi administratif yang selama ini tidak diatur,
·
Budaya keselamatan penerbangan,
·
Penanggulangan tindakan melawan hukum dan berbagai ketentuan baru guna
mendukung keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional.
UU
No. 1 tahun 2009 juga sebagai dasar hukum tindak lanjut temuan Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional (ICAO)
beberapa waktu yang lalu. Secara filosofis jiwa dari UU No.1 tahun2009
bermaksud memisahkan regulator dengan operator sehingga tugas dan tanggung
jawab masing-masing jelas, tidak tumpang tindih, transparan.
Secara
umum UU No.1 tahun 2009 ini mengalami perubahan yang signifikan, dibandingkan
dengan Undang-undang sebelumnya, sebab konsep semula hanya 103 pasal dalam
perkembangannya membengkak menjadi 466 pasal.
0 komentar:
Posting Komentar