Fakultas Hukum Universitas Nasional

Kamis, 10 Maret 2016

Identifikasi Undang undang hukum transportasi



Point penting dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
1.      Setiap Orang
Mengakibatkan gangguan pada : fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan. Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2)
Denda : Rp 250.000
2.      Setiap Pengguna Jalan
Tidak mematui perintah yang diberikan petugas Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ayat (3), yaitu dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas wajib untuk: Berhenti, jalan terus, mempercepat, memperlambat, dan atau mengalihkan arus kendaraan.
Pasal 282 jo Pasal 104 ayat (3)
Denda: Rp250.000
3.      Setiap pengemudi
a.        Tidak bawa SIM
Tidak dapat menunjukkan Surat Ijin Mengemudi yang Sah
Pasal 288 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (5) hrf b.
Denda: Rp250.000
b.      Tidak memiliki SIM
Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, tidak memiliki Surat Izin Mengemudi
Pasal 281 jo Pasal 77 ayat (1)
Denda: Rp1.000.000
c.       STNK/STCK tidak sah
Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapka oleh Polri.
Pasal 288 ayat (1) jo Pasal 106 ayat (5) huruf a.
Denda: Rp500.000
d.      TNKB tidak sah
Kendaraan Bermotor tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Polri.
Pasal 280 jo pasal 68 ayat (1)
Denda: Rp500.000
e.       Perlengkapan yg dapat membahayakan keselamatan.
Kendaraan bermotor di jalan dipasangi perlengkapan yang dapat menganggu keselamatan berlalu lintas antara lain, bumper tanduk dan lampu menyilaukan.
Pasal 279 jo Pasal 58
Denda: Rp500.000
f.       Sabuk Keselamatan
Tidak mengenakan sabuk Keselamatan
Pasal 289 jo Pasal 106 Ayat (6)
Denda: Rp250.000
g.      Lampu utama malam hari
Tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu.
Pasal 293 ayat (1)jo Pasal 107 ayat (1)
Denda: Rp250.000
h.      Cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain, melanggar aturan tata
cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
Pasal 287 ayat (6) jo Pasal 106 (4) huruf h
Denda: Rp 250.000
i.        Ranmor tanpa rumah-rumah
Selain sepeda motor, mengemudikan kendaraan yang tidak dilengkapi dengan rumah–rumah, tidak mengenakan sabuk keselamatan dan tidak mengenakan helm.
Pasal 290 jo Pasal 106 (7)
Denda: Rp250.000
j.        Gerakan lalu lintas
Melanggar aturan gerakan lalu litas atau tata cara berhenti dan parkir.
Pasal 287 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (4) e
Denda: Rp250.000
k.      Kecepatan maksimum dan minimum
Melanggar aturan Batas Kecepatan paling Tinggi atau Paling Rendah
Pasal 287 ayat(5) jo Pasal 106 ayat (4) huruf (g) atau Pasal 115 huruf (a)
Denda: Rp 500.000
l.        Membelok atau berbalik arah
Tidak memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan saat akan membelok atau berbalik arah.
Pasal 294 jo Pasal 112 (1).
Denda: Rp 250.000
m.    Berpindah lajur atau bergerak ke samping
Tidak memberikan isyarat saat akan berpindah lajur atau bergerak kesamping.
Pasal 295 jo Pasal 112 ayat (2)
Denda: Rp 250.000
n.      Melanggar rambu atau Marka
Melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau marka
Pasal 287 ayat(1) jo Pasal 106(4) huruf (a) dan Pasal 106 ayat(4) huruf (b)
Denda: Rp500.000
o.      Melanggar Apill (TL)
Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas.
Pasal 287 ayat (2) jo Pasal 106(4) huruf (c)
Denda: Rp 500.000
p.      Mengemudi tidak Wajar
Melakukan kegiatan lain saat mengemudi, dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan
Pasal 283 jo Pasal 106 (1).
Denda: Rp750.000
q.      Diperlintasan kereta api
Mengemudikan kendaran bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan, tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain.
Pasal 296 jo Pasal 114 huruf (a)
Denda: Rp 750.000
r.        Berhenti dalam keadaan darurat.
Tidak emasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan.
Pasal 298 jo Pasal 121 ayat (1)
Denda: Rp 500.000
s.       Hak utama kendaraan tertentu
Tidak memberi prioritas jalan bagi kendaan bermotor memiliki hak utama yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dan / atau yang dikawal oleh petugas Polri.
·         Kendaraan pemadam kebakaran yang sadang melakukan tugas
·         Ambulan yang mengangkut orang sakit
·         Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
·         Kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia
·         Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
·         Iring–iringan pengantar jenazah
·         Konvoi dan atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian RI.
Pasal 287 ayat (4) jo Pasal 59 dan Pasal 106 (4) huruf (f) jo Pasal 134 dan Pasal 135.
Denda: Rp250.000
t.        Hak pejalan kaki atau pesepeda
Tidak mengutamakan pejalan kaki atau pesepeda
Pasal 284 jo Pasal 106 ayat (2).
Denda: Rp500.000
Mungkin sebagian orang ada yang belum tahu mengenai UU No. 23 Th 2007. Undang-undang tersebut membahas tentang perkereta-apian di Indonesia. Di dalamnya terdapat pasal-pasal yang mengatur perkeretaapian. Namun, sampai saat ini penerapannya masih kurang optimal. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut biasanya lebih sering menimpa para penumpang. Contohnya saja pelemparan kereta oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Hal tersebut bisa sangat merugikan para penumpang jika terkena lemparan.

UU No. 23 Th 2007 :
Pasal 180
Setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan/atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana perkeretaapian.
Pasal 197
(1) Setiap orang yang menghilangkan, merusak, dan/atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan tidak berfungsinya prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan dan/atau kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun

Undang-Undang  Nomor  17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
1.      Pasal 344 Ayat (3)
“ Kegiatan pengusahaan di pelabuhan ysng telah diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dimaksud”
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara” adalah Badan Usaha Milik Negara yang  didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1991 dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha di pelabuhan.
2.      Dalam rangka penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, terhadap PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) diberlakukan hal-hal berikut :
a)      Untuk dapat memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan, PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) wajib memiliki  izin usaha sebagai Badan Usaha Pelabuhan;
b)      Pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) dilakukan berdasarkan konsensi dari Otoritas Pelabuhan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dan sambil menunggu perjanjian konsensi maka pelayanan jasa kepelabuhanan termasuk pelayanan jasa labuh tetap dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero);
c)      Konsensi pelayanan jasa kepelabuhanan pada terminal yang pada saat ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 telah diusahakan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero), diberikan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) tanpa melalui mekanisme lelang;
d)     Pemberi konsensi terhadap pelayanan jasa kepelabuhanan pada terminal yang pada saat ditetapkannya Undang-Undang nomor 17 tahun 2008telah diusahakan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) diberikan setelah dilakukan evaluasi asset dan audit secara menyeluruh terhadap asset PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero);
e)      Pembangunan dan/atau pengembangan fasilitas pelabuhan di atas tanah asset PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada pengguna jasa dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) merupakan bagian dari konsesi yang telah diberikan;
f)       sebelum adanya perjanjian konsesi,apabila terjadi sesuatu yang dapat menghambat pelayanan jasa  kepelabuhanan yang harus segera dilakukan pemulihan dan tidak dapat menunggu pembiayaan dari APBN,maka pemeliharaan penahan gelombang,kolam pelabuhan,alur-pelayaran,dan jaringan jalan dilakukan oleh PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero) seizin Otoritas Pelabuhan;
g)      aset yang telah dimiliki oleh PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero) yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan,tetap menjadi aset milik PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero);
h)      terhadap tanah pelabuhan yang saat ini telah berstatus hak pengelolaan atas nama dan/atau tercatat sebagai aset PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero),tetap sebagai hak pengelolaan dan/atau aset PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero);
i)        penyediaan dan pengusahaan tanah untuk kebutuhan pengembangan usaha kepelabuhanan berdasarkan pelimpahan dari pemerintah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j)        PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero)dapat melakukan perjanjian kerja sama dengan badan usaha lainya dalam penyediaan dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan,khusus untuk kerjasama pemanfaatan tanah di pelabuhan terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari otoritas Pelabuhan dalam kaitan kesesuaian Rencana Induk Pelabuhan;
k)      sebagai badan Usaha Pelabuhan, PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero) bertanggung jawab terhadap kinerja pelayanan di terminal yang diusahakanya;
l)        Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan jasa bongkar muat, PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero) dapat bekerjasama dengan Perusahaan Bongkar Muat yang memperoleh penunjukan dari pemilik barang dengan prinsip saling menguntungkan dengan memperhatikan sarana, prasarana,dan keahlian serta pengalaman perusahaan bongkar muat yang bersangkutan;
m)    perusahaan bongkar muat yang akan melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan yang diusahakan oleh PT. Pelabuhan  Indonesia I, II, III, dan IV (Persero), terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan;       
n)      Pemberian pelayanan  jasa kepelabuhanan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) dilakukan berdasarkan sistem dan procedure pelayanan kapal dan barang yang ditetapkan dan diawasi oleh Otoritas Pelabuhan;
o)      Sambil menunggu proses pembaharuan pelimpahan pelayanan pemanduan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero), pelaksanaanpemanduan di perairan yang telah dilimpahkan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero) tetap dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV (Persero).


Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah disahkan dalam rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 17 Desember 2008 dan ditanda tangani pada tanggal 12 Januari 2009. UU No.1/2009 tersebut sangat menjanjikan terhadap pertumbuhan transportasi udara di Indonesia, karena sebagai dasar hukum telah mengatur secara komprehensif.
Berikut ini beberapa point dari UU No. 1 tahun 2009 khususnya yang berhubungan dengan Bandar Udara
·        Pengadaan pesawat udara sebagaimana terdapat dalam konvensi Cape Town 2001,
·        Prinsip ekstra teritorial,
·        Kedaulatan atas wilayah udara Indonesia,
·        Pelanggaran wilayah kedaulatan,
·        Produksi pesawat udara,
·        Pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara,
·        Kelaikudaraan,
·        Pengoperasian pesawat udara,
·        Keselamatan penerbangan,
·        Keamanan penerbangan di darat maupun dalam pesawat udara,
·        Asuransi pesawat udara,
·        Independensi investigasi kecelakaan pesawat udara,
·        Pembentukan majelis profesi penerbangan,
·        Lembaga penyelenggara pelayanan umum yang sering disebut badan pelayan umum (BLU),
·        Berbagai jenis angkutan udara baik niaga dalam negeri maupun luar negeri,
·        Angkutan udara bukan niaga (general aviation),
·        Perlindungan pengguna jasa transportasi udara,
·        Hak-hak dan kewajiban pengguna jasa transportasi udara,
·        Persyaratan perusahaan penerbangan baik manajemen, operasional, teknologi maupun permodalan, mayoritas saham (single majority), jaminan bank (bank guarantee), kepemilikan dan penguasaan pesawat udara, komponen tarif, biaya tambahan (surcharge), pelayanan bagi penyandang cacat, pengangkutan barang-barang berbahaya (dangerous goods), ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut, konsep tanggung jawab pengangkut, asuransi tanggung jawab pengangkut, tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga (third parties liability),
·        Tatanan kebandarudaraan baik lokasi maupun persyaratannya, obstacles, perubahan iklim yang menimbulkan panas bumi,
·        Sumber daya manusia baik di bidang operasi penerbangan, teknisi bandar udara otoritas bandar udara (airport authority), pelayanan bandar udara,
·        Navigasi penerbangan,
·        Fasilitas navigasi penerbangan,
·        Keamanan penerbangan,
·        Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan (single air service provider),
·        Penegakan hukum,
·        Penerapan sanksi administratif yang selama ini tidak diatur,
·        Budaya keselamatan penerbangan,
·        Penanggulangan tindakan melawan hukum dan berbagai ketentuan baru guna mendukung keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional.
UU No. 1 tahun 2009 juga sebagai dasar hukum tindak lanjut temuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) beberapa waktu yang lalu. Secara filosofis jiwa dari UU No.1 tahun2009 bermaksud memisahkan regulator dengan operator sehingga tugas dan tanggung jawab masing-masing jelas, tidak tumpang tindih, transparan.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

FAKULTAS HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support